
“Kami ingin mendidik anak anak tidak secara disekolah, melainkan kepada suatu rumah tangga besar,dimana anggota-anggotanya saling mencintai dan saling mengajar. Dan dimana ibutidak hanya namanya saja, melainnkan sungguh sungguh ibu, pendidik jasmanidan rohani anaknya”.
Uluran tangan Kartini untuk memberikan sekolah gratis kepada gadis gadis yang ada disekitar pendopo Kabupaten Jepara tidak disambut baik oleh para orang tua. Ketika ia mulai usaha yang mulia itu pada bulan Juni 1903, hanya ada seorang murid didalam kelas.
Murid pertama Kartini adalah anak perempuan dari keluarga pegawai negeri perkebunan di daerahnya. Kurikulum yang diajarkan kepada murid murid Kartini memang berbeda dengan sekolah pada umumnya.Kartini tidak hanya mengasah kecerdasan otak anak didiknya, tetapi juga dididik tentang budi pekerti dan pembinaan watak (Akhlak). Terhadap konsep pendidikan yang akan diterapkan ini Kartini sebelumnya telah menyampaikan kepada Eddie C.Abendanon dalam suratnya tanggal : 27 Januari 1903:
“….Memang sekolah kami lebih mementingkan pendidikan budi pekerti dari pada doktrinal. Oleh karenan itu kami juga tidak mengingikan sekolah itu didirikan oleh pemerintah, melainkkan oleh swasta,karena nanti kami harus tunduk pada peraturan-peraturan tertentu. Padahal kami ingin membangun sekolah menurut gagasan kami sendiri.Kami ingin mendidik anak anak tidak secara disekolah,melainnkan kepada suatu rumah tangga besar, dimana anggota anggotanya saling mencintai dan saling mengajar.Dan dimana ibu tidak hanya namanya saja, melainkan bersungguh sungguh ibu, pendidik jasmani dan rohani anaknya”.